Konferensi Pers : Kuasa hukum korban, Risma Situmorang (kedua dari kanan) bersama keluarga almarhumah, saat konferensi pers di Pengadilan Negeri Binjai, Kamis (5/12/2024). |
SINARSUMUTNEWS.COM/BINJAI
Putri Afriliza (31) dan anak ketiganya yang berusia 8 bulan dalam kandungan meninggal dunia diduga menjadi korban malapraktik di Rumah Sakit Umum Sylvani Binjai, pada Selasa (17/9/2024) lalu.
Kuasa hukum korban, Risma Situmorang membeberkan bahwa, ibu dan anak ketiga yang dikandungnya merupakan pasien rutin dr Sugianto dirumah sakit swasta tersebut.
" Pada Senin (16/9), almarhumah ada merasakan kandungannya kontraksi. Ibunya yang bernama Ely Suryningsih bersama almarhum dan suami, pergi ke RSU Sylvani, ternyata tidak ada dokter kandungan, baik dr Sugianto maupun dokter lainnya," ujar Risma dalam keterangan pers nya di Pengadilan Negeri Binjai, Kamis (5/12).
Karena tidak ada dokter, ia menyebut, keluarga korban balik ke rumah di Desa Karangrejo, Stabat, Langkat, sembari mencari bidan untuk menghilangkan rasa sakit. Namun, upaya mereka tidak membuahkan hasil hingga akhirnya balik kembali ke RSU Sylvani lantaran kontraksinya semakin kencang pada Selasa (17/9) sekitar pukul 02.00 WIB dini hari.
Akhirnya, mereka diterima dan ditangani oleh dokter jaga, dr Siti Fatimah. "Kita gak tau apa yang dilakukan (dokter jaga), hanya diperiksa begitu saja, langsung dipindahkan ke ruang perawatan, maksudnya dari ruang rawat IGD ke ruang rawat. Di situ dibilang detak jantung si bayi gak ada, kata dr Siti Fatimah," ucapnya.
Namun demikian, kata dia, tidak ada penanganan medis yang dilakukan RSU Sylvani. Mereka hanya menunggu sampai akhirnya dr Faisal Fahmi datang sekitar pukul 05.30 WIB.
"Dari jam 2 tidak ada penanganan, tidak ada pertolongan kepada janin. Saat itu sebelum datang (dr Faisal Fahmi), dikasih antibiotik setelah komunikasi melalui telepon. Sesaat setelah diminum antibiotik, almarhumah pendarahan di kamar mandi. Nah lalu datang dr Faisal, diputuskan segera operasi," ujarnya.
Setelah keputusan operasi dijalankan, ia menambahkan, keluarga almarhumah sudah mengingatkan persediaan darah. Namun kata mereka (RSU Sylvani) sudah disiapkan.
Namun, akhirnya darahnya tidak ada, dan dipesan tapi datang terlambat, darah baru ada jam 09.30 WIB, kurang lebih (ada) darah 1 liter," bebernya.
Saat itu, operasi tengah dilakukan. Namun, bayi dinyatakan sudah meninggal. " Saat itu, tidak dijelaskan kondisi istrinya bagaimana, apakah masih sehat, apakah masih bugar. Tapi kalau penglihatan masih biasa dan pasien dimasukkan ke ICU," bebernya.
Sekitar pukul 13.00 WIB, tambahnya, RSU Sylvani meminta persetujuan untuk memompa jantung almarhumah. Namun sayang, usaha pompa jantung yang dilakukan tidak membuahkan hasil.
Istri Indra pun dinyatakan meninggal dunia. Maka dari itu, Risma menilai, ada kejanggalan dalam penanganan yang dilakukan dan bahkan diduga tidak sesuai dengan standar operasional prosedur.
"Ada dugaan malapraktik, kesalahan penanganan gak sesuai SOP, tidak ada aturan rumah sakit, hospital by law, terlambat memberi darah, kesalahan memberi obat, itu namanya malapraktik. Tapi apapun itu, semua masih berproses. Kami sudah memberi kesempatan untuk mediasi, kami undang klarifikasi, tapi tidak ada tanggapan dokter dan rumah sakit," sambungnya.
Karena tidak mendapat klarifikasi yang memuaskan, Indra Buana menggugat RSU Sylvani secara perdata ke PN Binjai. Selain RSU Sylvani, Indra Buana juga menggugat dr Sugianto, dr Faisal Fahmi, dr Siti Fatimah dan dr Abraham Darajatun Siregar.
"Kami mengajukan gugatan ganti rugi PMH dengan nilai materil Rp500 juta, immateril Rp100 miliar. Bapaknya sudah kehilangan istri, anak-anak kehilangan mamaknya. Kami sudah melaporkan juga ke majelis disiplin profesi karena dokter gak disiplin," bebernya.
" Kami menduga terjadi pembiaran pihak rumah sakit, maka secara pidana kami laporkan sesuai UU Nomor 17 Tahun 2023. Di sana diatur, pimpinan rumah sakit yang membiarkan tidak ada pertolongan dalam keadaan gawat darurat, kalau menyebabkan cacat, dihukum 2 tahun, tapi kalau menyebabkan kematian, dituntut pidana sampai 10 tahun," sambungnya.
Ia menilai, menejemen RSU Sylvani melakukan hal yang nyeleneh. "Kalau memang hari libur harus ada stand by. Kalau itu tidak dimungkinkan, harusnya sistem rujukan dikirim ke rumah sakit yang ada dokternya," tambahnya.
Terpisah, Kuasa Hukum RSU Sylvani Binjai, Yusfansyah Dodi menepis tudingan dari keluarga almarhum. " Tidak benar, kita sudah melakukan sesuai SOP. Namanya gugatan, boleh saja, yang pasti kita sesuai dengan SOP. Masalah meninggal, umur gak ada yang tau, pelayanan sudah dilakukan dengan semaksimal mungkin," ujarnya.
" Kita siap menghadapi gugatan oleh pihak penggugat, dan kita juga sudah mengumpulkan bukti untuk dibawa ke persidangan dan akan menghadirkan saksi ahli," pungkasnya. (Van Nst)