Rakyat Memilih Rakyat Menentukan, Tanpa Ada Intervensi Kekuasaan

Foto : Rivan Irianda Nasution S.Kom

SINARSUMUTNEWS.COM/Sumut

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, baik itu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara dan Wali Kota dan Wakil Wali Kota telah usai dilaksanakan pada tanggal 27 November. Pilkada merupakan momen penting bagi masyarakat untuk memilih pemimpin masa depan.

Akan tetapi, pada pilkada tahun 2024 ini masih banyak di beberapa daerah dirusak oleh racun demokrasi. Masih ada pemilih yang belum bisa menunaikan hak pilihnya dengan aman, bebas dan rahasia, masih ada pemilih di bayang-bayangi intimidasi maupun intervensi kekuasaan. 

Intervensi kekuasaan pada pilkada dapat mencakup berbagai aspek, seperti upaya untuk memengaruhi hasil pilkada atau tindakan yang menguntungkan pihak tertentu. Pada dasarnya, seharusnya pilkada ini berjalan demokratis, masyarakat harus bebas memilih sesuai dengan pilihan dan aspirasi pilihannya, tanpa adanya intimidasi, biarkan masyarakat memilih sesuai hati nuraninya, siapa calon pemimpin yang dianggapnya amanah. 

Pesta demokrasi yang notabene adalah milik rakyat, jangan sampai dirusak oleh tindakan dan perbuatan yang justru meracuni demokrasi itu sendiri. Pemilih harus bisa menunaikan hak pilihnya dengan bebas, dengan bahagia dan dengan riang gembira.

Pemilih harus diberi kesempatan menjadi juri bagi dirinya sendiri, siapa calon pemimpin yang mereka anggap amanah untuk dipilih, tanpa ada provokasi, tanpa ada intervensi dan intimidasi, bukan malah menghadirkan ketakutan dan keresahan bagi rakyat. 

Tentunya hal ini berpotensi menyebabkan hak suara tidak digunakan dengan sesuai hati nurani masyarakat. Pilkada yang demokratis dan adil merupakan harapan utama dari masyarakat. Karena, seyogyanya Pilkada yang demokratis dan adil akan menghasilkan pemimpin yang dipilih oleh rakyat secara langsung dan jujur.

Pilkada yang demokratis dan adil dapat tercapai jika semua pihak baik itu penyelenggara pemilu, pemerintah, aparat penegak hukum, partai politik, pasangan calon, masyarakat, dan media massa, bekerja sama untuk mewujudkannya. Bukan malah sebaliknya, bukan malah yang seharusnya netral dan memberikan kenyamanan dan keamanan malah yang membuat menjadi tidak nyaman, tidak bebas dalam memilih. 

Tidak hanya Intervensi ataupun Intimidasi, racun demokrasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kampanye hitam, penyebaran berita bohong, politik uang atau bahkan kekerasan. 

Keamanan dan ketertiban yang kondusif tidak hanya syarat mutlak untuk kesuksesan pilkada, tapi juga kebebasan dan kenyamanan tanpa adanya intervensi kekuasaan. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk menjamin keamanan, kebebasan pemilih selama Pilkada berlangsung.

Pada proses pilkada 2024 di beberapa daerah di Sumut, terjadi beberapa pelanggaran, baik itu pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dugaan adanya intervensi dari aparat penegak hukum bahkan dari oknum penyelenggara pemilu itu sendiri yang seyogyanya harus netral pada pilkada. Oleh karena itu, perlu ada upaya pencegahan yang bukan hanya seremonial belaka. 

Adanya intervensi atau intimidasi dapat merusak integritas proses demokratis dan merugikan kepentingan masyarakat luas. Terbongkarnya berbagai kasus netralitas baik itu ASN, TNI/Polri maupun penyelenggara pemilu yang seringkali menjadi sorotan publik, baik itu dimulai pada tahapan pendaftaran pasangan calon, masa kampanye maupun pada saat hari pemilihan, itu menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi tantangan serius dalam konteks pemilu maupun pilkada. 

Dalam menghadapi situasi ini, pentingnya peran masyarakat hadir sebagai benteng utama, dengan partisipasi yang tinggi memberikan suara tanpa adanya intervensi. Pemilihan bukan hanya sekadar pilihan pemimpin, tetapi juga panggung di mana masyarakat dapat bersatu dalam melawan intervensi. Strategi peningkatan kesadaran melalui edukasi dan jaminan keamanan dari pemerintah dan aparat penegak hukum menjadi penentu utama untuk mencapai pemilihan yang bersih.

Teori partisipasi politik menyoroti pentingnya keterlibatan aktif masyarakat sebagai penjaga kebersihan pemilihan. Partisipasi yang tinggi, sesuai dengan teori ini, menjadi modal utama dalam menjaga pemilihan bebas dari intervensi kekuasaan.

Dalam perjalanan menuju Pemilihan baik itu pilkada dan pemilu yang bersih dari intervensi kekuasaan, terlihat jelas bahwa regulasi yang kuat dan mendalam, didukung oleh partisipasi masyarakat yang aktif, adalah kunci utama menjaga integritas demokrasi. Regulasi, seperti Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Undang undang Pilkada dan Undang undang Pemilu, Peraturan KPU, Peraturan Bawaslu harus memberikan kerangka kerja yang kokoh untuk pelaksanaan Pemilihan yang adil dan bebas dari intervensi kekuasaan. Partisipasi pemilih yang tinggi tanpa adanya intervensi dapat dicapai melalui peningkatan kesadaran melalui edukasi dan peran pemerintahan dan aparat penegak hukum, baik dari pusat sampai pemerintah daerah. 

Partisipasi dan keterlibatan nyata penyelenggara dan seluruh masyarakat dan elemen terkait sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan diatas. Melalui kordinasi dan kerjasama yang terencana dengan baik  dan penegasan dalam regulasi dalam pemilu dan pilkada, mudah-mudahan penyelenggaraan berjalan demokratis, lancar, aman dan damai.

Partispasi dan keterlibatan masyarakat dalam menyelenggarakan tahapan pilkada dan pemilu menjadi sangat dibutuhkan menuju pilkada dan pemilu yang bermartabat, berintegritas, sehat, sehingga cita-cita dan harapan rakyat dapat tercapai. Wallahu a'lam bissawaf. 


Penulis : Rivan Irianda Nasution S.Kom

(Seorang Jurnalis Media Online Sinar Sumut News) 

Ditulis : di Binjai, Selasa (10/12/2024)

Lebih baru Lebih lama